“Maka tidaklah Aku akan bersumpah.” (pangkal ayat 16). Banyak terdapat susun kata seperti ini di dalam Al-Qur’an: Falaa Uqsimu yang arti harfiahnya tidaklah aku akan bersumpah, padahal hendaklah dia diartikan sebagai suatu sumpah peringatan yang sangat penting. Oleh sebab itu ada juga ahli-ahli yang menafsirkan ‘Falaa Uqsimu’ dengan: “Maka tidak. Aku akan bersumpah.” Diputuskan hubungan laa dan uqsimu.
Setelah mengetahui yang demikian kita teruskanlah persumpahan Ilahi itu: “Demi tanda merah di tepi langit.” (ujung ayat 16). Tanda merah di tepi langit ialah syafaq yang merah itu, yang meskipun matahari telah terbenam ke sebelah Barat, namun tanda merah itu masih kelihatan sebelum matahari hilang sehilang-hilangnya ke bawah dasar bumi. Allah mengambil syafaq ini menjadi persumpahan supaya kita memperhatikan alam yang indah dijadikan Tuhan, untuk membulatkan ketundukan kepada Tuhan.
“Demi malam dan apa yang dikumpulkannya.” (ayat 17). Banyak yang terkumpul pada malam hari; baik yang berupa alam kebendaan dengan cahaya bintang gemerlapan, ataupun kesunyian dan kesepian, dan boleh juga kita masukkan dalamnya kemaksiatan yang dilakukan oleh manusia yang durhaka di malam hari dan terkumpul juga di malam hari ibadat dan munajat hamba Allah, tahajjud dan pulang perginya malaikat membawa permohonan makhluk kepada Tuhan dan turunnya mereka membawakan rahmat dan maghfirat.
“Demi bulan apabila telah purnama.” (ayat 18). Bulan terang benderang 14 hari, puncak dari kesegaran dan keindahan alam. Itulah yang dinamakan purnama. Bintang-bintang menjadi pudar cahaya dikalahkan oleh bulan, dan alam terang bagai disepuh, dan keindahan itu pun mempengaruhi membawa udara yang nyaman. Diketahuilah bahwasanya terang-benderang cahaya bulan adalah karena dia senang bertentang dengan matahari, sebab bulan tidak memancarkan cahaya sendiri. Pada masa terakhir ini sampailah manusia ke atas bulan itu, dan memang sejak lama dia telah disediakan Allah buat diselidiki; bukan bulan sahaja, bahkan matahari pun. (Surat 14, Ibrahim : 33, Surat 13, Ar-Ra’ad : 2). Dan lain-lain.
“Sesungguhnya kamu akan melalui setingkat sesudah setingkat.” (ayat 19). Berbagai-bagailah ahli tafsir menafsirkan apa maksud melalui setingkat sesudah setingkat, atau selapis demi selapis itu, yang dijadikan tekanan tujuan kata oleh Allah sesudah Allah mengambil sumpah dengan tanda merah di tepi langit, atau malam atau bulan purnama. Maka bertemulah dua penafsiran yang agak cocok dengan penafsiran kita, yaitu tafsiran Ikrimah dan Hasan Al-Bishri. Menurut Ikrimah melalui selapis demi selapis ialah hal-ihwal hidup yang dilalui semua manusia: “Lahir ke dunia, sarat menyusu, sesudah itu berangkat besar dan remaja, sesudah itu muda lalu tia dan akhirnya dunia ini pun ditinggalkan.” Hasan Al-Bishri menafsirkan: “Senang sesudah susah, susah sesudah senang. Kaya sesudah miskin, miskin sesudah kaya. Sakit sesudah sihat, sihat sesudah sakit, tak tetap dalam satu keadaan.”
“Maka gerangan apalah sebabnya, mereka tidak akan beriman?” (ayat 20). Baca ayat-ayat ini dari mulanya dengan tenang, sampai kepada ayat 20 ini; bumi beredar mengelilingi matahari, sehingga timbul syafaq yang merah di ufuk Barat sesudah matahari terbenam, hari pun malam dan bulan purnama mulai bercahaya, semuanya itu mengandung ibadat bagi manusia. Kemudian disadarkan tentang hidup itu sendiri, pergantian di antara selapis hidup demi selapis lagi, mendaki menurun, mendatar dan melereng, dari ayunan diakhiri dengan kuburan. Kalau begitu keadaan yang kita dapati dan akan selalu begitu, apalah gerangan sebabnya manusia masih ada juga yang tidak mau beriman? Dapatkah dia mengelakkan diri dari lingkungan ketentuan Allah yang dinamai takdir? Karena semua itu ialah takdir, yang berarti ukuran atau jangkaan.
“Dan apabila Al-Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka tidak mau sujud?” (ayat 21). Artinya tidak mau tunduk dan mengakui kebesaran Ilahi, malahan membangkang dan mengangkat muka? “Bahkan orang-orang kafir itu pun mendustakan.” (ayat 22). Mereka tolak keterangan yang telah dibawakan di dalam Al-Qur’an itu dan mereka tempuh jalan sendiri yang diluar dari ketentuan Tuhan: “Namun Allah amatlah mengetahui apa yang mereka pendam di hati.” (ayat 23). Oleh sebab itu ke mana saja pun gerak-gerak mereka akan dituruti oleh Allah sehingga mereka tak dapat lari. “Lantaran itu ancamlah mereka dengan azab yang pedih.” (ayat 24). Neraka jahannam.
“Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih; bagi mereka adalah pahala yang tidak putus-putusnya.” (ayat 25).
Itulah pengharapan. Dan alangkah sepinya hidup ini kalau tidak mempunyai pengharapan. Dan ini pulalah kelebihan pada jiwa orang beriman.