Sesudah manusia itu sendiri disuruh memandang dan memperhatikan alam kelilingnya yang begitu rapat dengan kehidupannya sehari-hari kembalilah peringatan kepada Rasulullah SAW bahwa di samping manusia itu disuruh memperhatikan sendiri, mereka pun wajib diberi pula peringatan.
“Maka peringatkanlah.” (pangkal ayat 21). Peringkanlah, selalulah berikan peringatan. Sadarkan fikiran mereka, bangkitkan perhatian mereka. “Karena sesungguhnya engkau lain tidak adalah seorang pemberi ingat.” (ujung ayat 21). Memberi ingat itulah tugasmu. Untuk itulah engkau aku pilih menjadi utusan-Ku ke dunia ini. Janganlah berhenti dan bekerjalah terus. “Bukankah engkau orang yang dapat memaksa atas mereka.” (ayat 22).
Kewajiban engkau adalah memberikan peringatan. Adapun memasukkan iman ke dalam hati mereka, bukanlah tugasmu dan tidaklah ada kekuasaanmu. Yang akan memasukkan iman ke dalam hati mereka ialah Allah sendiri.
Dengan ayat ini jelas sekali bahwa Rasul Allah tidak akan memaksa orang beriman. Dan ayat ini pun berisi pengajaran bagi siapa yang telah menyediakan diri menyambung pekerjaan Rasul; ajarlah orang banyak! Berilah peringatan pada mereka, dan jangan lekas jengkel atau kecil hati kalau peringatan itu belum segera berhasil.
Ini adalah laksana petani yang memancang tanah luas untuk ditanami. Lalu dia mulai mencangkul. Tiba-tiba tengah mencangkul itu patah semangatnya setelah dilihatnya bahwa tanah yang akan digarapnya itu masih sangat luas, entah bila akan selesai.
Apakah ayat ini tidak berlawan dengan ayat 9 Surat 87 Al-A’la yang sebelumnya?
“Beri peringatanlah, jika pemberian peringatan itu ada manfaatnya.”
Tidak berlawan! Karena pada ayat 9 Surat 87 ini yang diberikan tuntunan kepada Nabi SAW ialah cara memberikan peringatan. Lihatlah yang akan ada faedahnya, artinya tengoklah keadaan medan dan cuaca. Sesuai dengan sabda Nabi sendiri:
“Bercakaplah dengan manusia menurut kadar akal mereka.”
Janganlah memberikan “kuliah” cara di Universitas tatkala menghadapi orang desa. Jangan memberikan suatu keterangan yang dangkal kepada orang terpelajar, dan sebagainya.
“Tetapi barangsiapa yang berpaling dan menolak.” (ayat 23). “Maka Allahlah yang akan mengazabnya dengan azab yang besar.” (ayat 24).
Dalam rangkaian ayat dari 21 sampai 24 ini bertambah jelas di mana tugas Rasul dan di mana janji Allah. Orang-orang yang berpaling tidak mau mendengarkan, dan yang menolak tidak mau menerima kebenaran itu, Allah sendiri yang akan mengazabnya. Azab yang besar sudah tersedia, sebagaimana telah tersebut di awal Surat di atas tadi.
Biarlah mereka sendiri yang memperhitungkan kecongkakan dan kesombongan mereka di hadapan Allah. Dan engkau, ya Rasul Allah! Hendaklah kerja terus.
“Sesungguhnya kepada Kamilah mereka semua akan kembali.” (ayat 25). Mereka akan kembali kepada Allah, artinya mereka akan mati. Sesudah itu mereka akan dibangkitkan, “Kemudian itu, atas Kamilah perhitungan mereka.” (ayat 26).
Artinya, setelah mereka kembali ke hadapan Kami itu, Kamilah yang akan melakukan perhitungan, yang disebut HISAB. Di waktu itulah kelak akan mereka rasakan sendiri siksaan lantara penolakan itu.
***
Bacaan Surat ini dalam sembahyang:
Menurut riwayat Hadis dari Nu’man bin Basyir yang dirawikan oleh Muslim dan Abu Daud dan beberapa ahli Hadis yang lain, Surat Al-Ghasyiyah ini sepasang dengan Surat Al-A’la (87) sebelumnya, adalah yang kerapkali dibaca Nabi SAW pada sembahyang Jum’at.