Surat ini akan menerangkan lagi darihal heru-beru hari kiamat. Ayatnya yang pertama bersifat sebagai pertanyaan, untuk menambah keyakinan dan perhatian: “Sudahkah datang kepada engkau berita kejadian yang ngeri itu?” (ayat 1).
Yang dimaksuda dengan Al-Ghasyiyah sebagai nama Surat dan tertulis pada ayat pertama ini ialah betapa hebatnya hari kiamat itu kelak. A. Hasan dengan Tafsir Al-Furqan mengartikannya dengan dahsyat. H. Zainuddin Hamidi dan Fakhruddin H.S. memberinya arti yang menyelubungi; karena semua orang di hari itu akan diseluungi oleh rasa ketakutan dan kengerian menunggu keputusan nasibnya. Penyusun tafsir ini memberinya arti yang mengerikan itu.
Lalu diuraikanlah di ayat selanjutnya yang mengerikan itu:
“Beberapa wajah di hari itu tunduk terhina.” (ayat 2). Wajah dari orang-orang yang telah merasa bersalah di masa hidupnya yang lampau. Merasa sendiri betapa dahsyat, betapa hebat dan betapa ngeri ihwal yang akan dihadapinya. Muka waktu itu tak dapat diangkat, malahan tunduk merasa hina.
“Yang bekerja, yang berpayah lelah.” (ayat 3).
Menurut tafsir dari Al-Qasyani, setelah orang-orang itu dimasukkan ke dalam neraka, bekerja keraslah dia, berpayah lelah, berusaha hendak gagai naik dari dalamnua. Hendak melepaskan diri karena sakitnya azab. Namun usahanya itu hanya mendatangkan lelah saja, karena dia tidak akan dapat keluar, sebelum azab siksaannya selesai. Atau bekerja keras siang dan malam karena dikerahkan, dipaksa dan dihantam oleh Malaikat Zabaniyah yang menjaga neraka itu. Dan kata Al-Qasyani pula; boleh juga ditafsirkan bahwa orang-orang ini di kala hidupnya di dunia dahulu, bekerja keras siang dan malam, berpayah lelah menghabiskan tenaga mengejar kemewahan dunia, mengumpul harta, mengumpul kekayaan; namun faedah yang didapatnya untuk akhirta tidak ada samasekali.”
Berapa banyak orang bekerja keras, berpayan lelah mempertahankan kedudukan, kekayaan dan berbagai kemegahan dalam dunia. Padahal yang dikejar hanyalah suatu fatamorgana belaka. Sehabis-habis tenaga ajal pun datang. Selain dari lapisan kain kafan tak ada yang dibawa pulang ke hadhrat Tuhan. Amal tak ada, jasa tak ada, bekal pun tidak.
“Yang terbakar dalam api yang amat panas.” (ayat 4).
Apakah cuma hasil dari kerja keras berpayah lelah itu? Apakah cuma hasil dari tenaga yang telah habis dan guna apa tenaga itu dihabiskan? Lain tidak hanyalah sebagai pepatah terkenal: “Diraut ranjau dihamburi.” Segala kerja keras berpenat berpayah lelah itu hanyalah menyalakan api neraka yang akan membakar diri.
“Diberi minum dari mata-air yang menggelegak.” (ayat 5).
Di dalam dunia ini pun ada orang yang merasakan demikian itu. “Nasi dimakan rasa sekam, air diminum rasa duri.” Atau laksana orang meminum air laut, tambah diminum tambah haus. Kepuasan tidak ada, haus tidak lepas. Sebab yang dicari bukan obat penawar, melainkan upas racun.
Pengalaman di dunia ini pun akan dirasakan sampai ke akhirat. Air yang disangka akan melepaskan dahaga itu ternyata adalah timbul dari mata-air yang selalu menggelegak, sehingga kalau diminum, perutlah yang akan hancur; “Tidaklah ada untuk mereka makanan, kecuali dari duri.” (ayat 6), yang menyangkut dalam rongkongan, dikeluarkan kembali susah, ditelan ke dalam tak mau turun ke perut; “Yang tidak menggemukkan dan tidak mengenyangkan dari kelaparan.” (ayat 7).
Itulah jenisnya azab dan siksaan. Dan itu hanyalah kelanjutan saja dari kesia-siaan selama hidup di dunia. Di dunia mencari minuman yang kelak akan jadi duri dan makanan yang kelak hanya akan menambah kurus dan sengsara.