Quantcast
Channel: Tafsir Al Azhar | Tafsir Al Qur'an Oleh Buya HAMKA
Viewing all articles
Browse latest Browse all 93

Al Bayyinah 4 – 5

$
0
0

“Dan tidaklah berpecah-belah orang-orang yang diberi kitab itu, melainkan sesudah datang kepada mereka pembuktian itu.” (ayat 4).

Seyogianya bila keterangan dan pembuktian telah datang tunduklah mereka kepada kebenaran. Tetapi setelah pembuktian dan penerangan itu datang, bukanlah mereka segera tunduk, melainkan mereka menjadi berpecah-belah, bermusuh-musuhan, yang satu menyalahkan yang lain. Dan tidak satu jua pun yang sudi menerima kebenaran. Terutama terhadap diri Nabi Muhammad SAW. Di dalam kitab-kitab suci yang telah terdahulu telah ada isyarat akan kedatangannya. Musa telah menjanjikan, Isa pun telah menyebutkan dan mereka sendiri pun percaya akan ada lagi Nabi Akhir Zaman yang akan menggenapkan seruan Rasul yang telah terdahulu.

Tetapi setelah Rasul itu datang dengan nyata dan tak dapat dibantah lagi kebenarannya, mereka pun berpecah.

Pada ayat yang pertama disebut ahlul-kitab dan musyrikin. Pada ayat 4 ini ditonjolkan ahlul-kitab saja. Dapatlah kita mengambil perbandingan, sedangkan ahli-kitab yang telah pernah kedatangan Rasul lagi membantah dan berpecah-belah menerima Rasul, apatah lagi kaum musyrikin.

Apakah sebab timbul perpecahan itu? Ditilik dari ilmu kemasyarakatan dapat diambil kesimpulan bahwa mereka berpecah karena soal ini telah dipersangkutkan dengan kepentingan pribadi dan kedudukan “Bayyinah” atau pembuktian yang dibawakan Nabi Muhammad SAW di dalam Al-Qur’an itu tidaklah selisih dengan isi kitab mereka, dan mereka pun telah diberitahu dalam kitab-kitab itu bahwa Nabi itu akan datang. Tetapi setelah beliau betul-betul datang, mereka tidak mau lagi, mereka berpecah. Ada yang menerima dalam hati, tetapi takut kepada masyarakatnya sendiri akan dibenci oleh mereka. Dan ada juga yang didorong menolaknya oleh rasa benci dan dengki.

“Padahal tidaklah mereka itu diperintah, melainkan supaya mereka menyembah kepada Allah.” (pangkal ayat 5). Kepada Allah sahaja, tidak dipersekutukan yang lain dengan Allah: “Dengan mengikhlaskan agama karena-Nya. “Segala amal dan ibadat, pendeknya segala apa jua pun perbuatan yang bersangkutan dengan agama, yang dikerjakan dengan kesadaran, hendaklah ikhlas karena Allah belaka, bersih daripada pengaruh yang lain: “Dengan menjauhkan diri dari kesesatan.” Itulah yang dinamai hanif, jama’nya hunafaa-a. Yaitu condong kepada kebenaran, laksana jarum kompas (pedoman), ke mana pun dia diputarkan, namun jarumnya selalu condong ke Utara. Demikianlah hendaknya hidup manusia, condong kepada yang benar, tidak dapat dipalingkan kepada yang salah: “Dan supaya mendirikan sembahyang,” yaitu dengan gerak-gerik tubuh tertentu, dengan berdiri dan ruku’ dan sujud mengingat Allah, membuktikan ketundukan kepada Allah: “Dan mengeluarkan zakat,” yaitu mengeluarkan sebahagian dari hartabenda buat membantu hidup fakir miskin, atau untuk menegakkan jalan Allah di dalam masyarakat yang luas, sehingga dengan sembahyang terbuktilah hubungan kokoh dengan Allah dan dengan zakat terbuktilah hubungan yang kokoh dengan sesama manusia.

“Dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (ujung ayat 5).

Tidaklah mereka itu dijatuhi perintah melainkan dengan segala yang telah diuraikan itu: menyembah Allah, ikhlas beribadat, condong kepada berbuat baik, sembahyang dan berzakat. Itulah dia inti agama. Itulah yang dibawa oleh Nabi-nabi sejak syariat diturunkan di zaman Nabi Nuh, sampai kepada Nabi yang sekarang ini, Muhammad SAW. Maka kalau hendak dihimpunkan sekalian perintah agama yang dibawa Nabi-nabi, inilah dia himpunan perintah itu. Kontak dengan Allah, mengakui Keesaan Allah, beribadat kepada-Nya sahaja, tidak kepada yang lain, sembahyang dan berzakat. Maka kalau mereka itu tidak menurutkan kehendak hawa nafsu, patutlah mereka menerima menyambutnya. Karena isi ajaran tidaklah merobah isi kitab yang mereka pegang, melainkan melengkapinya.

Syaikh Muhammad Abduh di dalam tafsir Juzu’ ‘Ammanya memberi peringatan, bahwa meskipun ayat ini turun mengkisahkan sikap ahlul-kitab, namun penyakit semacam ini telah banyak bertemu dalam kalangan kaum Muslimin. Meskipun Firman Ilahi dan Sabda Rasulullah SAW telah terang benderang dan jelas isinya, masih pula terdapat perpecahan di kalangan kaum Muslimin, ta’ashshub mempertahankan golongan masing-masing, sehingga di antara Muslimin sesama Muslimin pun terjadi perpecahan. Beliau berkata: “Bagaimana pendapatmu tentang keadaan kita (kaum Muslimin)? Bukankah hal ini telah diingatkan oleh Kitab suci kita sendiri, yang telah membuktikan buruknya amal-amal kita, sehingga kita pecah-berpecah dalam hal agama, sampai bergolong-golong, sampai amalan kita penuh dengan perbuatan baru yang diada-adakan dan perbuatan bid’ah?”


Viewing all articles
Browse latest Browse all 93