“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah menunjukkan jalan.” (ayat 12). Ayat ini adalah penguat dari yang telah diterangkan sebelumnya. Artinya tiadalah patut manusia itu berjalan menuju kesukaran. Bakhil dan merasa cukup sendiri lalu mengurung diri dan tiap datang seruan kebaikan didustakan. Sebab Tuhan telah memberikan tuntunan-Nya. Tuhan telah mengutus Rasul-rasul-Nya dan menurunkan kitab-kitab-Nya. Tiada kurangnya lagi. Dan di dalam diri sendiri sudah disediakan Allah alat penimbang, yaitu akal.
“Dan sesungguhnya kepunyaan Kamilah akhirat dan dunia.” (ayat 13). Tuhan menjelaskan hal ini, supaya manusia jangan lupa bahwa manusia tidaklah mempunyai kekuasaan berbuat sesuka hati dalam dunia fana ini. Manusia mesti patuh, karena akhirat dan dunia itu Allah Yang Maha Menguasainya. Lebih baiklah tunduk daripada berkeras kepala.
“Maka Aku ancam kamu dengan api yang bernyala-nyala.” (ayat 4). “Yang tidak akan terpanggang padanya, kecuali orang yang paling celaka.” (ayat 15). Lalu dijelaskan pada ayat berikutnya siapakah orang yang paling celaka itu, yaitu: “Yang mendustakan dan membelakang.” (ayat 16).
Bersualah dalam ayat ini dua perangai yang menyebabkan orang jadi paling celaka. (1) mendustakan, (2) membelakang. Arti mendustakan ialah dia tidak mau menerima ajakan kebenaran itu. Dipandangnya semua omong kosong belaka. Kemudian itu dia membelakang, punggungnya yang diberikannya, karena sombongnya. Hanya dipandangnya hina saja Rasulullah yang menyampaikan petunjuk-petunjuk Tuhan. Ini yang diungkap pada pepatah Melayu: “Bersutan di mata, beraja di hati.” Seakan-akan dia merasa dirinya lebih tinggi dan Rasul-rasul itu hina belaka. Dan sabda-sabda Tuhan itu omong kosong, dan mereka benar sendiri! Sebab itu sudah sepantasnyalah api neraka yang bernyala-nyala tempat mereka.